MANFAAT PRODUKSI AREN

MANFAAT PRODUKSI  AREN
Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang  bahan  bakunya  berasal  dari  pohon  aren  dan  permintaan produk-produk  tersebut  baik  untuk  kebutuhan  dalam  negeri maupun  untuk  ekspor  semakin  meningkat.  Hampir  Semua  bagian pohon  aren  bermanfaat  dan  dapat  digunakan  untuk  berbagai kebutuhan,  baik  bagian  fisik  (daun,  batang,  ijuk,  akar,  dll.)maupun  bagian  produksinya  (buah,  nira  dan  pati/tepung).  Pohon aren  adalah  salah  satu  jenis  tumbuhan  palma  yang  memproduksi buah,  nira  dan  pati  atau  tepung  di  dalam  batang.  Hasil  produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi.
A. Buah
Buah  aren  berupa  buah  buni,  yaitu  buah  yang  berair tanpa  dinding  dalam  yang  keras.  Bentuknya  bulat  lonjong, bergaris tengah 4 cm. Tiap buah aren mengandung  tiga biji. Buah aren  yang  setengah  masak,  kulit  bijinya  tipis,  lembek  dan berwarna  kuning.  Inti  biji  (endosperm)  berwarna  putih  agak bening dan lunak.  Endosperma buah aren berupa protein albumin yang  lunak  dan  putih  seperti  kaca  kalau  masih  muda  (Soeseno,1992).  Inti  biji  inilah  yang  disebut  kolang-kaling  dan  biasa digunakan  sebagai  bahan  makanan  (Lutony,  1993).  Dari  segi komposisi  kimia,  kolang-kaling  memiliki  nilai  gizi  sangat  rendah, akan tetapi serat kolang kaling baik sekali untuk kesehatan. Serat kolang-kaling  dan  serat  dari  bahan  makanan  lain  yang  masuk  ke dalam  tubuh  menyebabkan  proses  pembuangan  air  besar  teratur sehingga  bisa  mencegah  kegemukan  (obesitas),  penyakit  jantung koroner, kanker usus, dan penyakit kencing manis (Lutony, 1993).
Kolang  kaling  banyak  digunakan  sebagai  bahan  campuran beraneka  jenis  makanan  dan  minuman.  Antara  lain  dalam pembuatan  kolak,  ronde,  ice  jumbo,  es  campur,  cake,  minuman kaleng, manisan dan lain-lain.
B. Nira
Aren  mulai  berbunga  pada  umur  12  sampai  16  tahun, bergantung  pada  ketinggian  tempat  tumbuh  dan  sejak  itu  aren dapat  disadap niranya dari tandan bunga jantan selama 3 sampai 5 tahun (Heyne, 1950). Sesudah itu pohon tidak produktif lagi dan lama kelamaan mati. Dari hasil survei di Sulawesi Utara dilaporkan bahwa  rata-rata  hasil  nira  setiap  pohon  aren  adalah  6,7  liter  per hari  (Mahmud  et  al.,  1991).  Sedangkan  Soeseno  (1992) mengemukakan  bahwa  dari  setiap  tandan  bunga  aren  yang disadap  seharinya  hanya  dapat  dikumpulkan  2  sampai  4 liter/tandan.  Sementara  Sunanto  (1992)  menyatakan  bahwa  satu tandan  bunga  dapat  menghasilkan  4  sampai  5  liter  nira  per  hari.
Hasil  penelitian  Lempang  dan  Soenarno  (1999)  di  Kabupaten Maros  provinsi  Sulawesi  Selatan  menunjukkan  bahwa   volume produksi  nira  aren  dari  setiap  tandan  bunga  jantan  pohon  aren rata-rata  4,5  liter/hari  dengan  kisaran  antara  2,8  sampai  7,0 liter/hari  dengan  waktu  penyadapan  setiap  tandan  1,5  sampai  3 bulan (rata-rata 2,5 bulan). Pada tanaman aren yang sehat setiap tandan  bunga  jantan  bisa  menghasilkan  nira  sebanyak  900-1.800 liter/tandan,  sedangkan  pada  tanaman  aren  yang pertumbuhannya kurang baik hanya rata-rata 300-400 liter/tandan (Lutony, 1993). Di beberapa daerah dalam setahun dapat disadap sampai 4 tandan bunga per pohon, dan setiap tandan bunga dapat disadap  3-5  bulan.  Dalam  keadaan  segar  nira  berasa  manis, berbau  khas  nira  dan  tidak  berwarna.  Nira  aren  mengandung beberapa  zat  gizi  antara  lain  karbohidrat,  protein,  lemak  dan mineral.  Rasa  manis  pada  nira  disebabkan  kandungan karbohidratnya  mencapai  11,28%.  Nira  yang  baru  menetes  dari tandan  bunga  mempunyai  pH  sekitar  7  (pH  netral),  akan  tetapi pengaruh  keadaan  sekitarnya  menyebabkan  nira  aren  mudah terkontaminasi  dan  mengalami  fermentasi   sehingga  rasa  manis pada nira aren cepat berubah menjadi asam (pH menurun).
Produk-produk  nira  dapat  digolongkan  dalam  dua kelompok, yaitu yang tidak mengalami proses fermentasi dan yang mengalami  fermentasi  (Barlina  dan  Lay,  1994).   Nira  aren  yang masih  segar  dan  rasanya  manis  dapat  langsung  diminum,  atau dapat  dibiarkan  terlebih  dahulu  mengalami  fermentasi  sebelum diminum.  Nira  yang  masih  segar  digunakan  untuk  obat  sariawan, TBC,  disentri,  wasir  dan  untuk  memperlancar  buang  air  besar (Ismanto et al., 1995). Nira aren yang telah mengalami fermentasi (peragian)  berubah  menjadi  tuak.  Tuak  dari  hasil  fermentasi  nira aren   juga  berguna  sebagai  perangsang  haid  dan  cukup  ampuh untuk melawan radang paru-paru dan mejan (Lutony, 1993).
Selain  sebagai  minuman,  nira  aren  segar  juga  terutama digunakan sebagai bahan baku pengolahan gula  aren. Pengolahan nira  secara  langsung  setelah  diturunkan  dari  pohon  menghasilkan gula  104,8  gram  per  liter  nira  atau  rendemen  produksi  10,48% (Lempang,  2000).  Pengolahan  langsung  nira  menghasilkan  gula aren  yang  berwarna  coklat  kemerahan,  sifat  lebih  solid  dan memiliki  rasa  lebih  manis.  Sedangkan  nira  yang  terlambat  diolah akan  menghasilkan  gula  yang  berwarna  kekuningan,  lunak  atau tidak  mengeras  sehingga  tidak  dapat  dicetak.  Sampai  saat  ini produk  utama  pohon  aren  adalah  gula  aren.  Produk  ini  sudah dikenal masyarakat umum. Dari segi fisiknya gula aren mempunyai kekhasan tersendiri apabila dibandingkan dengan gula dari sumber yang  lain  (gula  tebu,  gula  bit).  Kekhasan  gula  aren  antara  lain lebih muda larut, keadaannya kering  dan bersih serta mempunyai aroma  khas  (Rumokoi,  1990).  Oleh  sebab  itu  gula  aren  banyak digunakan  dalam  pembuatan  kue,  kecap  dan  produk  pangan lainnya.  Gula  aren  sering  juga  digunakan  dalam  ramuan  obat tradisional dan diyakini memiliki khasiat  sebagai obat  demam dan sakit perut  (Lutony, 1993). Gula  aren  mengandung glukosa cukup tinggi yang dapat membersihkan ginjal sehingga kita terhindar dari penyakit ginjal (Sapari, 1994). Kekhasan gula  aren  dari segi kimia yaitu  mengandung  sukrosa  kurang  lebih  84%  dibandingkan dengan  gula  tebu  dan  gula  bit  yang  masing-masing  hanya  20% dan  17%  sehingga  gula  aren  mampu  menyediakan  energi  yang lebih  tinggi  dari  gula  tebu  dan  gula  bit   (Rumokoi,  1990).  Selain itu,  kandungan  gizi  gula  aren  (protein,  lemak,  kalium  dan  posfor) lebih tinggi dari gula tebu dan gula bit. Gula  aren  terdapat  dalam  tiga  bentuk  yaitu  gula  cetak (kerekan),  gula  pasir  dan  gula  semut  (Sapari,  1994).
Gula  cetak pada  umumnya  memiliki  bentuk  sesuai  bentuk  cetakan  yang digunakan. Gula pasir adalah gula aren yang dikristalkan kecil-kecil seperti pasir dan berwarna merah. Gula semut bukanlah gula yang bentuknya  seperti  semut  dan  bukan  pula  gula  yang  dikerumuni semut.  Gula  semut  merupakan  jenis  gula  yang  dibuat  dari  nira dengan  bentuk  serbuk  atau  kristal  dan  berwarna  kuning kecokelatan  sampai  coklat  (Lutony,  1993).  Gula  semut  mirip dengan  gula  pasir  (aren),  akan  tetapi  ukurannya  lebih  besar sedikit dari pada gula pasir. Gula semut ini telah dipasarkan secara luas  dengan  berbagai  merek.  Umumnya  gula  aren  diproduksi dalam  bentuk  gula  cetak  yang  disebut  juga  sebagai  gula  padat, akan  tetapi  ada  juga  yang  diproduksi  dalam  bentuk  gula  cair (Lutony,  1993).  Gula  aren  cair  atau  sirup  aren  ini  di  daerah Palembang  disebut  tengguli  (gula  mangkok)  yang  diproduksi  dan diberikan antara lain kepada  perusahaan-perusahaan pembakaran roti  (Lahiya,  1983).  Pada  waktu  musim  hujan  nira  aren  di  daerah tersebut  hanya  khusus  dibuat  tengguli,  karena  gula  aren  balok (cetak)  sangat  hygroskopis  sehingga  cepat  menjadi  lunak  dan meleleh.  Sedangkan pada musim kering  apabila nira tidak  banyak mengalir,  tetapi  dalam  pada  itu  didapatkan  nira  yang  berkadar gula  tinggi,  maka  lebih  disukai  untuk  membuat  balok-balok  gula. Negara-negara  yang  membutuhkan  gula  aren  dari  Indonesia adalah  Arab  Saudi,  Amerika  Serikat,  Australia,  Selandia  Baru, Jepang dan Kanada (Sapari, 1994).Produk-produk  dari  nira  aren  yang  dihasilkan  melalui proses fermentasi antara lain nata pinnata, cuka dan alkohol. Nata berasal dari bahasa spanyol yang bahasa Inggrisnya berarti cream (Afri, 1993), sedangkan pinnata merupakan kata yang diambil dari nama   botanis  pohon  aren,  yaitu  Arenga  pinnata.  Nata merupakan   jenis  makanan   penyegar  atau  pencuci  mulut  (food dissert)  yang   memegang  andil  yang  cukup  berarti  untuk kelangsungan   fisiologi  secara   normal  (Barlina  dan  Lay,  1994).
Pengolahan  nira  aren  dengan  penambahan   pupuk  ZA  sebanyak 2,5 gram per liter nira menghasilkan rendemen nata pinnata ratarata  94,22%  (Lempang,  2006).  Jika  dilihat  dengan  kasat  mata, secara  fisik  nata  pinnata  adalah  produk  berbentuk  padat, bertekstur lembut, kenyal dan berwarna putih. Akan tetapi produk ini  mengandung  kadar  air  yang  sangat  tinggi  yaitu  rata-rata 97,4%,  sedangkan  sisanya  adalah  bahan  padat.  Selain mengandung air yang tinggi, nata pinnata juga mengandung serat 0,82% ; protein 0,15%; sementara kandungan vitamin C ; lemak ; kalsium dan posfor sangat rendah. Selain  gula  aren  dan  nata  pinnata,  nira  aren  dapat  juga digunakan  untuk  menghasilkan  minuman  beralkohol  melalui proses  fermentasi.  Proses  fermentasi  yang  terjadi  dalam pembuatan  minuman  beralkohol  biasanya  berlangsung  secara spontan  oleh  adanya  aktifitas  organisme  yang  ada  dalam  nira  itu sendiri.  Mikroorganisme  yang  dominan  dalam  fermentasi  nira adalah Saccharomyces cerevisae, disamping jenis khamir yang lain seperti  Schizosaccharomyces  sp  dan  Candida  sp  serta  beberapa jenis  bakteri  (Rumokoi,  1990).  Salah  satu  produk  yang  dihasilkan petani  aren  di  daerah  Sulawesi  Utara  adalah  arak  atau  cap  tikusyang  mengandung  alkohol  antara  30-50%  dan  untuk mendapatkan 1 liter cap  tikus  dibutuhkan bahan baku nira antara 7-8  liter  (Torar  dan  Kindangen,  1990).  Usaha  pembuatan  arak (minuman  beralkohol)  ini  sudah  semakin  terbatas  oleh  berbagai ketentuan  yang  ada.  Di  samping  itu  harga  arak  yang  dipasarkan juga  rendah,  sehingga  lebih  baik  jika  produksinya  diarahkan sebagai bahan baku industri selain minuman, juga kosmetika dan farmasi (Torar dan Kindangen, 1990).
Cuka  dapat  juga  diperoleh  melalui  proses  fermentasi berlanjut dari nira aren, dimana lama kelamaan alkohol dalam nira aren  akan terurai dan terbentuk  menjadi  cuka (asam asetat). Jika pebuatan  alkohol  dari  nira  dilakukan  dalam  wadah  tertutup, sebaliknya  pembuatan  cuka  justru  dilakukan  di  dalam  wadah terbuka  dan  setelah  8  hari  seluruh  nira  sudah  berubah  menjadi cuka. Di Ambon, untuk mempercepat pembentukan  asam cuka ini nira  dibubuhi  tumbukan  biji  galoba  kusi  (Horstedtia  rumphii)  dan prosesnya  dilakukan  dalam  wadah  tertutup  yang  dijemur  di matahari atau dipanasi di dapur (Soeseno, 1992). Setelah disaring dan  dibersihkan  dari  kotoran  yang  mengendap  di  dasar  wadah, cuka  aren  boleh  dipakai  sebagai  bumbu  masak.  Karena  kadar asam  asetatnya  hanya  3%,  cuka  aren  ini  tidak  tahan  lama disimpan.
C. Tepung

Batang  aren  terdiri  dari  dua  bagian  yaitu  bagian  luar (perifer)  yang  berwarna  hitam  dan  keras  serta  bagian  sentral(empulur)  yang  berwarna  putih  dan  lunak.  Tepung  (pati)  yang diperoleh  dari  ekstraksi  bagian  sentral  batang  biasanya  dilakukan setelah  pohon  tidak  lagi  produktif  menghasilkan  nira  (Soeseno, 1992).  Empulur  batang  aren  berkadar  tepung  48,9%  (Ismanto  et al.,1995).  Akan  tetapi  setiap  pohon  aren  menghasilkan  tepung yang bervariasi. Di Indonesia dari setiap batang pohon aren dapat diperoleh  tepung  antara  60-70  kg  (Rumokoi,  1990).  Namun menurut  Ismanto,  et  al.  (1995)  setiap  batang  aren  menghasilkan 100-150  kg  tepung.  Di  dalam  pemasaran  tepung  aren  dikenal dengan  istilah  ”  hun  kwe  ”  dan  tepung  maizena,  dimana  tepungtepung ini mengandung lebih dari 85% tepung aren. Tepung aren tersebut  banyak  dipakai  untuk  bahan  makanan  antara  lain  kue, cendol,  bakso,  bakmie  (mie),  bihun,  sohun dan hun  kwe  (Lutony, 1993; Sunanto, 1993 ; Ismanto et al. 1995).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar